Surabaya, K2RNews.com – Dalam momentum peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli, advokat perempuan asal Surabaya, Musrifah S.Sos, SH,(ifa) menyuarakan pentingnya menjadikan perlindungan anak sebagai fokus utama dalam pembangunan nasional. Musrifah menyampaikan pandangan kritis sekaligus reflektif terhadap kondisi anak-anak Indonesia saat ini, yang menurutnya masih berada dalam situasi rentan, terutama dalam hal kekerasan, eksploitasi, dan keterbatasan akses terhadap pendidikan yang layak.
Hari Anak Nasional bukan hanya ajang seremonial yang penuh selebrasi. Ini harus menjadi cermin bagi kita semua untuk melihat, sudah sejauh mana anak-anak kita hidup dalam lingkungan yang aman, sehat, dan manusiawi. Banyak dari mereka masih menjadi korban kekerasan, diabaikan haknya, bahkan dijadikan objek eksploitasi oleh orang dewasa yang seharusnya melindungi,” ujar ifah dengan nada tegas.
Kasus Kekerasan Anak Masih Mengkhawatirkan sebagai advokat yang selama ini dikenal aktif menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur, Musrifah tak menampik bahwa data lapangan menunjukkan masih banyak anak di wilayah Surabaya dan sekitarnya yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, bullying di sekolah, hingga pelecehan seksual yang kerap luput dari sorotan media.
“Saya sendiri pernah mendampingi anak usia 8 tahun yang jadi korban kekerasan seksual oleh kerabat dekatnya. Kita bicara soal trauma seumur hidup yang tidak cukup disembuhkan hanya dengan kata maaf. Ini realitas yang harus kita hadapi bersama, dengan pendekatan hukum yang tegas dan pemulihan psikologis yang manusiawi,” ungkapnya
Mendorong Peran Keluarga, Sekolah, dan Aparat Hukum, ifah menekankan bahwa tanggung jawab perlindungan anak bukan semata tugas negara atau aparat penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab kolektif masyarakat. Menurutnya, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat harus menjadi garda depan dalam membentuk karakter, etika, dan rasa aman bagi anak.
“Keluarga yang sehat melahirkan anak-anak yang kuat. Tapi jika keluarga itu sendiri menjadi sumber kekerasan, maka negara wajib turun tangan. Negara tidak boleh membiarkan kekerasan domestik dibungkus dengan alasan urusan rumah tangga,” tambahnya.
Selain itu, ia juga meminta agar lembaga pendidikan lebih proaktif dalam menciptakan ruang belajar yang inklusif, bebas dari diskriminasi, serta ramah terhadap psikologi anak. Menurutnya, sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu menitikberatkan pada capaian akademik, sementara isu-isu kesejahteraan mental anak sering diabaikan.
Seruan Aksi Nyata, Bukan Hanya Ucapan dalam pernyataan akhirnya, Musrifah menyerukan agar Hari Anak Nasional tidak berhenti pada spanduk, upacara, atau unggahan media sosial, tetapi diikuti dengan langkah konkret dari para pemangku kepentingan, termasuk penegak hukum, pembuat kebijakan, dan media.
“Hari Anak bukan milik pemerintah atau aktivis saja. Ini milik kita semua. Mari jadikan ini pengingat kolektif bahwa setiap anak yang terluka hari ini adalah potret rapuh masa depan kita. Sudah waktunya bicara soal hak anak dengan tindakan, bukan sekadar ucapan,” tandasnya.
Penutup
Dengan ketegasan dan kepedulian yang konsisten terhadap isu-isu anak dan perempuan, Musrifah S.Sos, SH menjadi salah satu sosok advokat yang terus menyerukan keadilan substantif bagi generasi muda Indonesia. Di tengah kompleksitas persoalan sosial yang dihadapi anak-anak, ia hadir sebagai suara hukum dan nurani kemanusiaan dari Surabaya, yang tak pernah lelah menuntut perubahan nyata.
“Selamat Hari Anak Nasional 2025. Mari jaga dan rawat anak-anak kita dengan keberanian, keadilan, dan cinta yang bertanggung jawab,” pungkasnya.
(sok/Red)